Setelah itu aku pergi ke pantai, Andreas pun masih mengikutiku dari belakang. Tak lama kami berdiam, dia memulai pembicaraan dengan "cukup" ramah. Kami memperbincangkan kakakku dan fenni.
" Kamu sayang banget ya sama William, kakakmu itu ? " Andreas bertanya padaku. Aku berhenti melangkah dan melihat kearahnya.
" Iya lah, namanya juga kakak adik ya harus sayang, donk ! " Kataku menjawab dengan heran. Karena dia menanyakan hal itu tiba-tiba. Alisku mengerenyit sebentar, tetapi aku akhirnya meneruskan langkahku itu.
" Tapi kan dia bukan kakak kan.... " Andreas berhenti bicara tiba-tiba. Langkahku sempat terhenti, namun aku memutuskan untuk melangkah ke sisi Andreas berdiri. Keraguan terlihat di wajahnya.
" Bukan kakak kandung maksudmu ? Mana mungkin .." Aku meledek dengan meneruskan perkataannya yang tadi terhenti. Aku tidak mungkin mempercayai hal itu. Aku pun tertawa lalu saat aku ingin berjalan menelusuri pantai kembali, Andreas menarik tanganku sehingga mau tak mau aku melihat wajahnya kembali.
" Ehm, yang tadi jangan dipikirkan oke ? Aku cuma bercanda mau tahu reaksi kamu aja, kok. Sekarang kita balik ke hotel, yuk. Sudah mulai ngantuk nih. " Nada bicara Andreas semakin lama semakin melembut. Dia juga langsung melepaskan tangan begitu ia menyadari kalau tangannya itu menyakiti tanganku, lalu berdiri membelakangi aku.
Aku pun melirik jam tangan. ' Sudah jam 3 begini baru ngantuk.' pikirku. Kalau saja dia masih mau menemaniku di pantai sampai pagi. Aku pasti bisa mendengar debur ombak dan melihat matahari pagi berdua dengannya.
" Eh, bengong! mau balik ga ? " Tiba-tiba Andreas bertanya dengan nada juteknya lagi. Membuyarkan pikiranku. Aku hanya diam saja.
" Kamu ga dingin, ya ? Baju kamu kan tipis, masuk angin baru tahu. " Lanjutnya lagi, masih dengan nada yang sama menyebalkannya dengan hari-hari kemarin. Aku meliriknya, Tumben, kok perhatian amat, beneran atau pura-pura saja ya ? Biasanya juga orangnya berdarah dingin, cuek. 'Jangan-jangan ada maunya' tiba-tiba saja kata-kata itu terlewat dalam pikiranku. Jadi serem, takut ih.. Kalau memang dia ga ada maksud apa-apa, harusnya dia kasih aku pake jaket yang dia pake donk. Dasar laki-laki dingin.
" Nih pake. Nanti kamu masuk angin aku lagi yang dimarahi William!" Andreas melempar jaket yang dia pakai. Wah, kok bisa tepat dengan yang aku pikirkan. Jangan-jangan dia bisa baca pikiran, dia bukan manusia!! Tenang, tenang, dia masih napak kok kakinya ditanah.
" Aku manggil kamu kak Andreas atau Andreas ? " tanyaku perlahan sambil mengenakan jaketnya. Ada baunya, kaya gu-guk. Jaketnya kebesaran untukku.
" Kalau pakai kata 'kakak' kayanya aku sudah tua sekali yah? Andreas sajalah. " Jawabnya. Terlihat senyumnya yang cool, keren juga. Aku menyembunyikan senyumku dengan mengangkat alisku. Senyumnya manis. Coba kalau pacarnya itu bukan Fenni tapi aku, pasti dia akan kubuat senyum setiap hari.
" Ok, Andreas. Aku mau tanya donk. eh... itu.... " Kataku terputus putus. Andreas menengok ke arahku, menunggu pertanyaan yang akan dilontarkan dari bibirku.
" Itu apaan ! Kalau ngomong yang jelas, dingin Nih ! " Kata Andreas membentakku sambil menggosokkan kedua telapak tangannya. Yah, memang dia terlihat sedikit gemetar.
"Eh.. Kamu bisa baca pikiranku yah? " Spontan aku menanyakan hal itu. Habis Aku kaget saat Andreas membentakku. Hampir saja aku mengeluarkan air mata, habis aku kan takut kalau dia sampai marah. Belum marah saja sudah menyeramkan, bagaimana kalau marah beneran. Mendengar pertanyaanku dia langsung menatapku dengan mata yang dipicingkan.
" Kamu itu bodoh atau tolol ya? Mana bisa sih aku baca pikiran kamu. Kaya anak kecil amat pikirannya " Jawabnya sambil mendorong kepalaku dengan jarinya. Aku hanya menepis tangannya itu. Aku tidak suka ada orang yang mendorong kepalaku seperti itu. Aku pun mendengus sebal sambil melihat kearahnya, dia hanya tertawa. Aku menatapnya lagi. Sungguh tak mengira akan melihat dia yang berbeda 2 kali.
" Dingin nih ! Masuk deh, yuk. Jangan bengong saja. " Andreas meninggalkanku begitu saja. Aku menarik bajunya kali ini.
" Siapa juga yang bengong. Aku masih mau lihat matahari. Temenin, yah please . " Aku mengatupkan kedua telapak tangan didepan wajahku sambil memejamkan mata memohon padanya. Sendiri juga bisa sih, tapi kan seram. Andreas hanya menghela napas panjang, lalu menarik memisahkan kedua telapak tanganku.
" Kita disini kan 3 malam, Besok malam aku janji temenin kamu sampai pagi, oke? " Andreas mengatakan itu dengan tegas, kali ini dia mempercepat langkahnya menuju ke hotel. Saat kami sampai di lobby, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 3 lewat 25 menit. Dia mengantarku kekamar, setelah itu dia baru kembali ke kamarnya.
..................................................................................................................
Dari awal aku bertemu dengan Andreas, baru semalam dia bisa diajak bicara baik-baik. Hal itu menjadi hal terindah maupunhal terlangka dalam hidupku. Dia sangat ramah padaku meski tak jarang ia masih mengeluarkan sikap juteknya itu padaku. Tiba-tiba saja aku memikirkan hal yang dikatakan olehnya tadi malam mengenai Kak William. 'Benar tidak ya kalau kak William itu bukan kakak kandungku..?' aku hanya tertawa merasa itu tidak mungkin.
Pagi ini aku bangun dengan sedikit terlambat, padahal hari ini teman-temanku ingin bermain di pantai. Kali ini aku merasa sangat malas untuk berenang, kepalaku sedikit sakit. Mungkin kurang tidur.
" Alice, kamu ikut berenang kan ? " tanya Venta padaku. Aku hanya menggeleng pelan. Aku bilang padanya kalau kepalaku sakit. Venta hanya mengusulkan agar aku tetap beristirahat dikamar, tapi aku mengatakan padanya bahwa ia tidak perlu khawatir.
" Aku mau duduk di batu karang saja." jawabku. Venta pun mengangguk tanda setuju dan menyuruhku agar berhati-hati. Senyum kuperlihatkan pada Venta.
Duduk dibatu karang sambil melihat teman-teman berenang memang menyenangkan. Dari atas sini aku bisa melihat mereka satu persatu dengan sangat jelas, termasuk kak Will dan Andreas. Saat melihat kak Will, aku jadi merasa tidak nyaman. Kembali terngiang perkataan Andreas semalam, meski dia mengaku hanya mengatakan hal tersebut untuk bercanda tapi raut wajahnya membuatku merasakan suatu hal yang aneh. Lama kelamaan aku merasakan keyakinanku tadi malam mulai goyah. Sementara aku berpikir begitu, kepalaku terasa semakin berat saja. 'Mungkin sebaiknya aku kembali ke kamar' pikirku.
Saat aku berdiri, mataku berkunang-kunang bahkan mataharipun terlihat dua. Perasaanku seperti melayang. Kesadaranku memudar. Samar-samar aku mendengar Nita menjerit minta tolong. 'Ada apa? apa yang terjadi?' Di tengah kesadaranku itu aku merasa ada sepasang tangan yang menggenggam tanganku dan mengangkatku. Kemudian pandanganku menjadi benar-benar gelap.
..................................................................................................................
Mendengar namaku dipanggil berulang kali, akupun membuka mataku. Aku hanya melihat kak Will disi ranjang. Kak Will menanyakan keadaanku dan memberitahukan kalau aku sekarang sedang dirawat di rumah sakit.
" Kamu kenapa sih, kok bisa-bisanya pingsan dan jatuh ke laut ? " Tanya kak Will sambil memandangku. tatapannya penuh kekhawatiran. Aku hanya mengankat lemah bahuku mejawabnya. Aku memikirkan kata-kata kak Will. ' Aku jatuh ke laut. terus yang nolong aku.... apa kasih napas buatan juga?' aku mulai resah memikirkan jawabannya.
" Kak, yang tadi nolong aku siapa ? kakak bukan ?" tanyaku yang hanya dijawab oleh gelengan kepala kak Will.
" Andreas yang nolong kamu dan bawa kamu ke sini. Kakak kalah cepet sama dia, jadi jangan mikir yang aneh-aneh. " Kak Will menjelaskan selengkap itu mungkin karena melihat wajahku yang seperti hendak menuduhnya yang tidak-tidak.
Andreas yang menolongku ? Aku makin tidak mengerti dengan pola pikirnya. Semalam dia hampir ramah, terus sekarang dia yang menolongku. Padahal biasanya, aku terpeleset didepan matanya juga ga ada reaksi sama sekali dari dia, tapi kenapa hari ini....Semakin dipikirkan semakin aku tidak mendapat jawabannya. Tak lama kemudian ada ketukan pintu.
" Hai, maaf ganggu. Kamu sudah sadar.. ? " Andreas masuk dan menyapaku. Kak Will berdiri menyambutnya, dan melihat seperti ingin tahu Andreas bersama dengan siapa.
" Lagi ngapain Will ? Kamu pikir aku datang sama siapa, hotel kan cuma disebelah. " Kata Andreas memulai kejutekkannya, sama seperti saat dia menjawab pertanyaan Kak Will saat kami pertama kali bertemu.
" Siapa yang nanya ? Alice, kakak keluar sebentar, ya. Jagain bentar, Ndre. " Kak Will langsung keluar tanpa menunggu jawaban dariku dan Andreas. Mau kemana dia. Bisa juga si kakak jawab Andreas kaya gitu. Hahaha.. kayanya Kak Will bisa tuh adu nyolot sama Andreas lain kali. Yang jelas, sekaranglah kesempatan buatku untuk bilang terima kasih sama Andreas.
" Andreas.. " Panggilku. Andreas tak menjawabku hanya melihat kearahku. Dia tiba-tiba berdiri dan menaruh jari telunjuk di depan bibirnya menuruhku diam.
" Ga perlu bilang terima kasih. Tapi kalau kamu mau memaksa, kamu masih punya 2 pilihan cara berterima kasih sama aku. Ingatkan ? di Lapangan Basket Sekolah. " Dia menyengir setelah berkata seperti itu. Aku mencoba mengingat hal yang dimaksudkan olehnya. Tapi aku tetap tidak mendapat jawabannya. Aku melihat kearahnya mengharapkan penjelasan.
"Oke, aku buat kamu inget. pilihan pertama kamu cium aku, terus pilihan kedua..." Kata-katanya terhenti karena aku membungkam mulutnya dengan bantal. Aku tidak ingin mendengar terusannya. Aku saja sudah hampir lupa sama kejadian itu, malah diingatkan lagi. Aku kira dia sudah berubah, tapi ternyata dia masih Andreas yang dulu dengan ketidakwarasannya itu. Sepertinya dia akan aneh seperti ini terus.
" Ga bisa napas tahu ! kamu ga perlu mikir lagi, deh. Tadi waktu nolongin kamu juga aku dah dapat balasannya. " Andreas berkata sambil menjauhkan bantal dari mukanya itu dan menunjuk pada bibirnya sendiri.
" Maksud kamu apa? " aku tidak mempercayainya. Aku hanya mengernyitkan alis mataku dan menatapnya tajam.
" Ya, siapa juga tahu pertolongan pertama untuk orang tenggelam ya kasih napas buatan. " Andreas menunjukkan senyum kemenangannya. Kenapa aku bisa gag sadar ya. Dia kan yang nolong aku pasti dia juga lah yang kasih napas buatan. Dasar cowok satu ini ! bisa-bisanya mengambil kesempatan dalam kesempitan.
" Kamu kenapa, sih ? kok, kayanya ga seneng begitu. " Tanya Andreas padaku yang mengeluarkan ekspresi tidak suka saat melihatnya.
" Apa aku harus senang setelah kamu mengambil ciuman pertamaku ? " jawabku kesal. Andreas mengeluarkan tatapan tidak percaya dengan perkataanku barusan.
" Ga usah lihat aku kaya begitu, deh ! aku belum pernah ciuman, ga kaya kamu. Aku yakin kamu pasti sudah sering ciuman sama cewek kan . " Tuduhku padanya.
" Kalau mau jujur ya.... Aku juga belum pernah ciuman, kok. " Katanya. tapi aku tidak percaya dan menuduhnya sebagai pembohong. Sepertinya dia tidak suka akan sikapku padanya, dan aku tidak peduli padanya lagi. mau marah, ga suka, atau apalah terserah dia.
" Ga perlu marah-marah kaya begitu juga kali. Aku cuma bercanda juga. Aku cuma membawamu ke pinggir pantai saja. Kalau ga percaya tanya saja sama kakak kesayanganmu itu !" Andreas menjelaskan padaku dengan nada yang lumayan keras. Aku tetap masih belum bisa mempercayainya.
" Ada apa nih ? kok bawa-bawa namaku ? " Suara Kak Will yang baru saja muncul dari balik pintu.
" Nih, kalau ga percaya tanya saja sama dia! " Kata Andreas menunjuk pada Kak Will. Akupun menanyakan kebenarannya pada kak Will yang ternyata kata-kata Andreas itu benar. Dia hanya membawaku ke pinggir pantai dan tidak ada acara napas buatan. Aduh, aku jadi malu sendiri sudah menuduh Andreas yang tidak-tidak. Aku meminta maaf padanya.
" Makanya lain kali jangan marah-marah dulu. Mana berat lagi badannya, dimarahi pula. " Menjawab permintaan maafku sambil memijit tangannya sendiri. Entah benar atau tidak dia merasa sakit ditangannya.
..................................................................................................................
0 comment(s):
Posting Komentar